Pihak Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC) mengaku masih pikir-pikir mendanai proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) Rp 100 triliun lebih.
CEO JBIC Hiroshima Watanabe mengatakan, pihaknya melihat belum ada skema yang pasti soal pengelolaan jembatan penghubung pulau Jawa dan Sumatera ini.
"Soal JSS, JBIC mau berminat atau tidak, bisa jadi iya atau tidak. Karena itu tergantung pengelolaan jembatan tersebut," ujar Watanabe dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (28/9/2012).
Watanabe menyatakan, jika nantinya jalan tol di jembatan ini akan dikenakan tarif tinggi yang menggiurkan investor, maka JBIC berani untuk membiayai proyek tersebut.
"Pada dasarnya kalau proyek ini akan dilaksanakan, dengan skema uang tol untuk melewati jalan itu, ditetapkan agak tinggi agar pembangunan infrastruktur dapat dikembalikan dari pendapatan biaya tol itu, kalau dasarnya bisa ditetapkan JBIC akan mikir," katanya.
JBIC, lanjut Watanabe, berani menawarkan pembiayaan yang rendah dibandingkan swasta yang lain. "Karena JBIC bisa menawarkan pembiayaan tentunya lebih rendah dari sektor swasta, tapi bukan 0 persen, yang selama ini dari ODA (Official Development Assistance)," jelasnya.
Namun, Watanabe menyatakan, jika pemerintah Indonesia membangun jembatan ini dengan tujuan sosial dengan menetapkan harga tol yang rendah, maka kemungkinan kerjasama yang dilakukan bersama pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
"Sebaliknya kalau pemerintah RI akan memabangun JSS ini dari pandangan sosial maka uang tol akan rendah, pembiayaan lebih cocok ke JICA, jadi tergantung kerangka dan desain bagaimana dan perusahaan apa yang membangun itu," pungkasnya.
Jembatan Selat Sunda ditargetkan mulai groundbreaking tahun 2014. Proyek jembatan sepanjang 29 Km itu rencananya akan menelan dana sedikitnya Rp 100 triliun.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo sempat mengusulkan revisi Perpres No 86 Tahun 2011 tentang Kawasan Strategis Infrastruktur Selat Sunda (KSISS).
Dalam perkembanganya usulan itu menuai perdebatan karena bakal mengancam kiprah pemrakarsa (pemda Lampung-Banten dan Artha Graha) untuk menyiapkan proyek JSS termasuk studi kelayakan dan basic design.
Masalah ini dibahas di kantor menko, yang kemudian dibentuk tim 7 sebagai tim inti yang membahas perbaikan maupun rekomendasi terkait persiapan pembangunan JSS. Sejak Juli lalu sejatinya masalah ini sudah ada keputusan namun hingga kini sudah berbulan-bulan tak ada hasil. (finance.detik.com)
Posting Komentar